Date A Bullet Jilid 1 Takeshita Ayame
○Takeshita Ayame
Lengkingan bernada bergema di ruang itu saat anak panah Takeshita Ayame memantul dari pedang Jepang Hijikata Isami. Tapi, meski begitu sosok Ayame tetap tak terlihat.
“Bersembunyi dan bergerak diam-diam seperti biasa, Ayame!”
Isami berteriak senang. Dari lokasi yang tak diketahui, suara Ayame membalas.
“Itu memang taktikku. Tolong biarkan saja.”
“Tidak. Ada baiknya untuk bertarung dengan segenap kekuatanmu, jadi aku tak peduli sama sekali!”
“……Benar-benar jujur.”
“Apa!?”
Tanpa menanggapi seruan keraguan itu, Ayame menembakkan anak panah lebih banyak. Sebanyak tiga panah melengkung, menembak, melaju, mengubah lintasan menuju Isami.
“Ahahahaha! Sangat menyenangkan bertarung melawanmu!”
“Begitukah? Aku tidak bersenang-senang sama sekali, cepat mati sana.”
“Dinginnya!”
Tak peduli bagaimana lintasannya berubah, tujuan panah serang yang dia tembak tetap konstan.
Pada saat memasuki reiryokuken, gangguan persepsi dan intersepsi terjadi secara bersamaan.
“Dibandingkan dengan itu——!”
“Apa?”
“——Menang dengan mudah, Spirit yang memproklamirkan diri itu!”
“Iya. Sangat kuat.”
Saat bertarung, mereka berdua pada saat yang sama mulai tanpa sadar membicarakan gosip ideal satu sama lain.
Kemungkinan ini karena keduanya telah bertarung ratusan kali dengan serius mencoba untuk saling membunuh, tapi saat itu pun bukan alasan mengapa hasilnya belum ditentukan.
Keadaan berjuang untuk kematian yang lain dan kemudahan, di mana gosip yang tak masuk akal dapat dinikmati, keduanya ada di antara kedua pihak.
Kedua pihak tak merasa ada yang aneh dengan masalah ini.
“Kemampuan tak dikenal apa itu!”
“Tapi ada beberapa hal yang aku perhatikan. Dengan senjata jarak jauh, bahkan dalam jarak dekat dengan mengandalkan senjata akan meningkatkan kemampuan tempur.”
“Untuk bisa berurusan dengan jarak jauh dan dekat! Hebat sekali!”
“Bagiku, ini lawan yang menyebalkan. Meskipun ini juga berlaku untukmu.”
“Apa, tak masalah untukku dan Ayame! Aku kuat, Ayame juga kuat! Dihadapi oleh seseorang dengan keuntungan jarak jauh dan dekat, kita takkan kalah!”
“……”
“Ada apa?”
“Ah, um. Tentu saja, aku membencimu.”
“Kenapa begitu——”
Menembakkan panah yang penuh dengan hasrat——dan menerima hasrat itu dengan nyaman.
Hijikata Isami berharap agar momen ini bertahan selamanya. Pertempuran itu keras, menyakitkan, amat menyakitkan, tapi dengan kemenangan hanya membawa ketenangan pikiran.
Bertarung melawannya selalu menyenangkan bagaimanapun cederanya. Rasanya dia bersenang-senang sehingga dia menunda menyelesaikan masalah ini selama ini.
Dia tahu bahwa Ayame membencinya. Tentunya, alasannya yakni sikap main-mainnya takkan pernah cocok dengan sikapnya yang kaku.
Isami berpikir itu agak kesepian. Namun, dia juga tidak mau berbohong.
Tapi. Tetap saja——
Ah, dia berharap agar waktu yang menyenangkan ini terus berlanjut selamanya.
Sambil merangkul harapan ini yang tak bisa dia beri tahu orang lain, Isami berteriak.
“Iyahho——————!!”
……Ah, itu terlalu menjengkelkan, batin Takeshita Ayame saat dia mendecakkan lidahnya.
Sosok Isami, yang terlihat di 10 jendela dan 3 bangunan, adalah sesuatu yang mirip dengan titik. Tapi bagi Ayame, titik itu lebih dari cukup untuk menetapkan target secara memadai.
Setelah ratusan pertarungan, dia pun mencapai jarak ini.
Perasaan jarak di antara mereka.
Antimon di mana persahabatan semakin dalam melalui upaya saling membunuh. Itu stimulus memuaskan diri secara perlahan tenggelam ke dalam air hangat.
Namun, ini sudah berakhir.
Hari ini, mereka datang untuk menyelesaikan ini di sini dan sekarang untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi. Itu adalah janji yang dia buat untuk Isami. Ingin menjadi lebih kuat, mereka saling bergantung. Untuk itu, kedua pihak bertarung tanpa rasa takut.
Sejujurnya, dia tak bisa menyangkal merasakan rasa penyesalan dalam dirinya.
(Aku ingin tahu apakah aku pernah bertemu dengannya ketika aku berada di dunia lain.)
Seorang teman, rival, atau hanya seorang kenalan yang akan dia sapa.
Memikirkan dirinya sendiri dalam hal bodoh seperti itu, itu cukup menjengkelkan.
Takeshita Ayame juga tak tahu tentang masa lalunya. Namun, dengan sedikit ingatan yang dia tinggalkan dan percakapan dengan Quasi-Spirit lainnya, dia mulai memahami keberadaannya sendiri.
Mungkin dia adalah gadis SMA yang tinggal di Jepang di dunia lain. Dia tak tahu bagaimana dia tersesat di sini. Atau mungkin, dia diundang ke sini oleh seseorang.
Namun, hal-hal itu tidak penting lagi. Tanpa ikatan yang melekat dengan masa lalu, dia hidup hari demi hari dengan sekuat tenaga.
Entah dia tersesat di Dunia Tetangga ini, atau dia ada di sini sedari awal.
Ayame selalu, selalu mendambakan, merindukan itu. Tak peduli seberapa fokus dia saat menembak, setiap kali panah itu mendarat, dia tak bisa menekan kegembiraan yang aneh ini.
Bahkan dapat dikatakan bahwa dia hidup untuk tujuan ini.
Tetapi di sisi lain, dengan susah payah membaca buku yang diperoleh dari dunia lain juga memiliki rasa kepuasan yang tak terkatakan.
Dia terutama menyukai buku-buku yang menggambarkan cinta. Tak peduli seberapa cerobohnya ditulis, untuk dirinya sendiri yang telah meninggalkan perasaan cinta, itu adalah masalah yang sangat menarik.
Untuk jatuh cinta dengan seseorang, untuk jatuh cinta dengan seseorang, suasana hati seperti apa yang dibutuhkan?
Suatu hari dia ingin mengerti itu.
Tapi, ketika membicarakan hal-hal yang dilakukan untuk tujuan itu, itu hanya membunuh dan bertarung.
Bertarung, membunuh, dan mengincar tempat-tempat yang lebih tinggi……dia selalu bertahan seperti itu sampai saat ini. Sebagai Quasi-Spirit yang sudah lama bertarung, kenangan pertemuan instan terukir di benaknya.
Ah, maksudnya……dia ingat beberapa orang mengenakan pakaian yang sama seperti dirinya. Namun, wajah mereka samar-samar kabur di mana dia tak bisa mengingatnya.
Lalu, hanya ada satu orang di sekitarnya.
Hijikata Isami.
Tapi itu juga akan segera berakhir. Karena pertarungan ini takkan berhenti sampai seseorang terbunuh. Jadi, kali ini pasti akan ada satu orang yang akan mati.
……Pemikiran yang berlebihan menyebabkan stagnasi.
Dia tak ingin merasakan stagnasi saat melawannya. Murni, hanya ada kegembiraan dalam menghadapi Hijikata Isami.
——Apa ini? Seorang gadis jatuh cinta?
Tidak mendengarkan bisikan yang tenang, dia membuang antusiasmenya.
Dia melepaskan panah. Menembak lagi dan lagi, memantul berulang-ulang, setiap kali itu menunjukkan kekurangan masing-masing.
Berkat ini, ketika menghadapi Quasi-Spirit di luar Hijikata Isami, panah yang dengan mudah mendaratkan targetnya tampaknya tak terlalu membingungkan. Bisa dirasakan bahwa ketika dua orang mengejar kekuatan, Sephira Crystal dari keduanya akan bersinar lebih terang.
Perlahan-lahan terserap dalam hal ini, hasilnya memilih pertarungan berulang ini.
Berapa banyak kekuatan yang bisa dia miliki jika dia menjadi Dominion? Seperti apa dunia di bawah mata itu?
Takeshita Ayame ingin tahu.
Menginginkan pengetahuan itu, dia melepaskan anak panah.
Hanya ada satu motif tersembunyi; keberadaan seorang partner untuk berbagi kesenangan ini.
Ya, misalnya seperti Hijikata Isami.
——Betapa bodohnya.
Ayame menutupi gagasan itu. Dia seharusnya tak mengandalkan harapan yang tak realistis itu lagi, sekarang mereka hanya harus saling membunuh. Dia akan menusukkan panah ke dada Isami.
Jika tidak, itu benar-benar mustahil.
Dengan semua kekuatan di tubuhnya, dia menembakkan panah favoritnya, akhirnya menghancurkan benteng Isami.
“Apa……!?”
Sejauh ini di depan Hijikata Isami, Ayame secara sadar menyegel dirinya untuk saat di mana dia bisa menembak dengan sekuat tenaga.
Suatu hari, ketika membunuh Isami——dia akan melepaskan panah ini dengan kecepatan sebelum Isami bahkan bisa merespons.
Suatu hari, dia akan menyadari bahwa panah ini tak dapat ditangani.
“Ku……!”
Ayame menembak panah lebih lanjut. Pada kecepatan dengan kekuatan yang lebih besar dari sejauh ini, Isami dan reiryokuken-nya tak bisa mengimbangi, menyebabkan Astral Dress-nya terkoyak.
Mencibir dan mencemoohnya sebagai pengecut, memfitnah dan mengkritiknya. Hari ini Takeshita Ayame, untuk hari ini, untuk saat ini, melepaskan semua kekuatannya——!
“Ahahahahaha! Hebat sekai, Ayame adalah yang terbaik! Bagaimana aku bisa kalah darimu!”
Mendengar suara keras Isami, Ayame merasa agak lega.
“……Yah, kupikir kamu akan memanggilku karena kepengecutanku.”
Saat ini, dia bertanya pada dirinya sendiri apakah hatinya dapat digambarkan sebagai perasaan yang sangat menyenangkan.
Sambil memikirkan hal seperti itu, Ayame tersenyum kecil——
“Benar, seperti dugaanku! Pertandingan di antara kita ini, bisakah kita sedikit menundanya!?”
“Apa?”
Ayame segera membeku.
◇
Post a Comment
Ayo komentar untuk memberi semangat kepada sang penerjemah.