High School DxD 2 Checkmate.

Checkmate.

Pertarungan berlanjut mencapai klimaks.

Aku mengerti itu. Aku, Rias Gremory, tak bisa bergerak lagi. Dengan kata lain, checkmate.

Sekarang, tak ada satu orang pun di sisiku yang kekuatannya tersisa.

Tapi anak lelaki itu terus berdiri.

—Ise.

Dia adalah satu-satunya yang terus bergerak maju menuju Riser bahkan dalam situasi ini.

Namun, semuanya sudah berakhir. Pukulan dari Riser sebelumnya telah menghabisi Ise.

Melihat anak lelaki itu terjatuh ke belakang, tubuhku tanpa sadar berlari ke arahnya.

Tubuh Ise yang aku pegang berlumuran darah dan berkeringat, jadi dia dalam kondisi yang mengerikan. Meski begitu, aku tetap mencintai anak ini.

“… Ise, kau melakukannya dengan sangat baik. Sudah tidak apa. Kerja bagus.”

Aku berbisik pelan padanya, tapi dia mencoba bangkit dengan menjauh dariku.

“Sudah tidak apa! Ise!”

Dia mendorong tanganku, dan mencoba untuk bangkit.

Dia mengambil satu langkah, dan satu langkah lagi tanpa mengatakan apa-apa.

Rasanya aneh memiliki begitu banyak intensitas.

Semua orang mengawasinya sambil menahan napas.

Lawannya, Riser, juga mendekatinya tanpa ekspresi.

Tidak!

Jika aku membiarkan ini terus berlanjut, aku akan kehilangan Ise!

Budakku yang manis. Ise-ku. Aku masih berencana untuk lebih menyayanginya, jadi aku tidak ingin kehilangan dia di tempat seperti ini!

Aku pergi ke antara Ise dan Riser, dan berdiri di depan Ise.

“Ise! Berhenti! Bisakah kau mendengarkan—”

Aku mengatakannya sampai di sana, dan menelan kata-kataku.

Tentu saja.

Ini … dia … Ise … kau ….

Ise sudah kehilangan kesadaran.

Kedua matanya kosong dan mulutnya masih terbuka. Meski begitu, dia terus bergerak maju sambil mengepalkan tinjunya yang gemetar ….

“… Kau masih berencana untuk bertarung meski kau dalam kondisi ini ….”

Air mata menempel di pipiku tanpa kusadari. Aku mengulurkan tanganku ke pipi anak menggemaskan ini.

Pipinya bengkak, dan aku tidak bisa merasakan apa pun dari pipinya yang biasanya memberi kekuatan padaku.

“… Dasar bodoh.”

Aku memeluk Ise yang mencoba untuk maju.

“Kerja bagus, Ise.”

Ketika aku mengucapkan itu, kekuatan lenyap dari tubuhnya, dan dia jatuh ke tanah.

Aku memeluk tubuhnya dan membaringkannya di pangkuanku. Katamu kau menginginkan bantal pangkuan ….

—Buchou! Aku pasti akan membuatmu menang!

Ise belum belajar bagaimana menggunakan kekuatan iblisnya, namun dia terus bergerak maju dengan semua kekuatannya di medan perang. Dia hampir tidak punya pengalaman tempur.

Dia seharusnya takut. Seharusnya ada saat-saat di mana dia hampir kehilangan nyawanya….

—Aku tidak akan menyerah. Aku bodoh, jadi aku tidak tahu apa-apa tentang ‘diramalkan’ atau ‘checkmate’. Tapi, aku masih bisa bertarung. Aku akan terus bertarung sampai akhir selama aku bisa mengepalkan tanganku!

Dia terus bertarung untukku meski tinjunya membengkak ….

Dia selalu melakukannya. Dia selalu tersenyum. Dia selalu melakukan yang terbaik dan dia terus berjuang untukku.

Aku hampir kehilangan Ise selamanya.

“Terima kasih, Akeno, Yuuto, Koneko, Asia, dan … Ise. Terima kasih telah berjuang untuk seseorang yang payah sepertiku.”

Setelah aku menepuk kepala Ise dengan lembut, aku mengatakannya pada Riser.

“Ini kekalahanku. Aku menyerah.”

[Rating Game] pertamaku.

Itu dimulai dari kekalahan yang pahit dan menyakitkan.

Aku tidak akan pernah melupakan kekalahan ini.

Post a Comment

0 Comments