High School DxD 3 Revenge Knight.

Revenge Knight.

Aku berjalan tanpa menggunakan payung di bawah hujan lebat.

Aku rasa hujan deras bisa mendinginkan kepalaku.

—Aku bertengkar dengan Buchou.

Aku memberontak untuk pertama kalinya melawan majikanku yang menyelamatkan hidupku. Itu merupakan kegagalan sebagai “Kiba Yuuto”.

Namun, aku tak pernah melupakan balas dendamku terhadap Pedang Suci Excalibur. Aku sudah mulai pikun dengan gaya hidup di sekolah.

Aku sudah mendapatkan teman-teman, mendapatkan gaya hidup, dan menerima sebuah nama. Aku juga menerima tujuan hidup dari majikanku, Rias Gremory.

Meminta lebih banyak kebahagiaan merupakan hal yang buruk. Ini pasti buruk.

Sampai aku mencapai tujuanku, aku tak pernah berpikir aku bisa terus hidup atas nama “teman-teman”-ku—.

SPLASH. Aku mendengar suara air yang berbeda dengan suara hujan.

Ada seorang pendeta di hadapanku. Dengan menggantungkan salib di leher mereka, mereka berbicara tentang kekudusan atas nama Tuhan yang sangat kubenci.

Mereka adalah salah satu hal yang kubenci. Target kebencianku. Aku bahkan berpikir bahwa aku tidak keberatan membunuhnya kalau dia adalah seorang Exorcist.

—!

Pendeta itu memiliki bercak darah di perutnya dan ketika dia mengeluarkan darah, dia jatuh.

Apa dia diserang oleh seseorang? Siapa? —Seorang musuh?

“—!”

Merasakan kehadiran abnormal, aku menciptakan pedang iblis dalam sekejap. —Itu niat membunuh!

SPARK! Ada pantulan logam di bawah hujan, lalu ada percikan.

Sewaktu aku menggerakkan tubuhku menuju tempat asal niat membunuh tersebut, ada seseorang yang memegang pedang panjang yang datang menyerangku.

Orang ini mengenakan pakaian yang sama dengan pendeta yang baru saja tewas di depanku. —Seorang pendeta. Kecuali, yang satu ini mengeluarkan niat membunuh yang kuat dengan jelas.

“Yahooo. Lama tak jumpa.”

Aku tahu pendeta pria yang memberikan senyum menjijikkan.

Seorang pendeta gila berambut putih, Freed Sellzen. Dialah orang yang kami lawan di insiden sebelumnya yang melibatkan Malaikat Jatuh.

… Dia menunjukkan senyum menjijikkan yang sama yang membuatku kesal seperti sebelumnya.

“… Sepertinya kau masih di kota ini. Apa urusanmu hari ini? Maaf, tapi suasana hatiku sedang buruk hari ini.”

Aku mengatakan itu dengan nada marah, tapi dia hanya menertawakannya.

“Nah, ini waktu yang tepat. Hebat! Buatku, aku sangat senang hingga aku hendak meneteskan air mata gara-gara reuniku denganmu!”

Jadi dia masih punya cara bicaranya yang sombong. Sungguh, dia benar-benar membuatku kesal. Aku sudah membencinya lantaran dia menjadi pendeta.

Sewaktu aku mencoba membuat pedang iblis di tangan kiriku, pedang panjang yang dia pegang mulai memancarkan aura suci.

—! Cahaya itu! Aura itu! Sinar itu!

—Bagaimana aku bisa lupa!

“Aku bosan dengan perburuan pendeta, jadi ini waktu yang tepat. Bagus sekali. Waktu yang tepat. Excalibur-ku dan pedang iblismu, bisakah kau membiarkan aku memeriksa mana yang lebih kuat? Hyahahahaha! Aku akan membalas budi dengan membunuhmu!”

Ya, pedang yang dipegangnya adalah Pedang Suci Excalibur itu sendiri.

Post a Comment

0 Comments