Date A Bullet Jilid 7 Prologue

○Prologue

Jauh, jauh sekali, sebuah cerita dari dunia lain.

Tokisaki Kurumi pernah menyukai kanji “茜”[1]. Karena hanya sesaat untuk menghargai langit dalam warna matahari terbenam yang merah. Jika terlewat, hari itu selalu terasa sia-sia.

“……Saatnya bangun, Kurumi-san.”

Benar, dengan banyak rasa terima kasih, temannya Yamauchi Sawa tidak lupa untuk membangunkannya.

“Sawa-san……”

Dia adalah seorang gadis cantik dengan rambut panjang berwarna kastanye diikat dengan kepang. Dia adalah seorang gadis yang baik hati kepada semua orang dan mempunyai bakat alami dalam menenangkan lingkungan sekitarnya. Namun, yang membuat Kurumi cemburu adalah kemampuannya memelihara kucing.

“Semua orang di kelas sudah pulang. Kamu tidur nyenyak, jadi aku tak tahu apa aku harus membangunkanmu.”

“Tidak apa-apa, makasih.”

Saat Sawa mengatakan itu, selain dia dan Kurumi, tak ada orang lain yang tersisa di kelas. Beberapa siswa berangkat untuk kegiatan klub dan yang lainnya langsung pulang. Apa tim atletik masih berlatih? Teriakan mereka bahkan sampai ke Kurumi di dalam kelas.

Waktu yang hangat, suasana hati yang hangat.

Mengobrol basa-basi tanpa pembahasan. Sawa duduk di kursi di depan Kurumi saat mereka menyaksikan matahari terbenam bersama.

Kurumi sedikit menghela napas saat dia mengeluarkan surat itu dari tasnya. Surat itu ditutup dengan amplop putih bersih.

Meskipun karakter yang tertulis di atasnya tidak cukup indah untuk membuat mata seseorang berkilauan, Kurumi bisa tahu kalau itu serius dari tulisan tangan.

“Apa kamu merasa cemas?”

“Itu……”

Desahan lain dikeluarkan. Itu adalah surat yang diserahkan oleh siswa laki-laki asing dalam perjalanan ke sekolah pada pagi hari. Karena dia dengan sopan menyerahkannya, Kurumi secara refleks menerimanya.

Tapi isinya pasti──

“Apa itu surat cinta?”

“Um…… perasaan ini…… sangat mendadak……”

Itulah kesan yang diberikan. Tidak hanya itu, menulis surat cinta secara langsung seperti mengatakan, “Aku menyukaimu, tolong pacaranlah denganku”.

“Lalu, apa yang kamu rencanakan?”

“Meskipun aku sangat tersanjung, aku berniat untuk menolaknya.”

Desahan lagi.

“Kurumi-san, apa sebelumnya kamu pernah ditembak?”

Sawa memiringkan kepala sambil mencubit jarinya di pipi Kurumi.

“Apa kamu berencana menolak selagi seimut ini?”

Matahari terbenam merah mencerahi pipi Kurumi.

“Fu~fu, maaf.”

Pipi Kurumi memerah karena malu, tapi Sawa dengan senang melihat ini.

“Tapi itu bagus. Seperti ini, kita masih bisa keluyuran bareng di akhir pekan.”

Ada perasaan selalu diperlakukan seperti anak kecil, Kurumi selalu merasa seperti itu.

“Itu benar……kalau aku punya seseorang yang kusuka, aku mungkin akan pergi kencan selama akhir pekan.”

Dengan ekspresi yang sedikit canggung, Kurumi mengatakan itu.

“Omong-omong, kencan seperti apa yang kamu nantikan?”

“Kalau kupikir pikir……pergi ke bioskop…… pergi ke kedai kopi……mempertahikan seekor kucing…… mengelus seekor kucing…… menikmati keimutan seekor kucing……”

“Kebanyakan cuma soal kucing…… kalau begitu, rumahku juga takkan masalah.”

“Pergi ke rumah Sawa-san untuk kencan?”

Membayangkan skenario memalukan seperti apa yang akan berubah, Kurumi tersenyum.

“Nah, kalau Kurumi-san punya pacar, mungkin kamu tidak akan bermain denganku lagi?”

“Itu mungkin! Sawa-san adalah temanku yang sangat, sangat, penting!”

“Hehe……aku senang kamu bisa mengatakan itu.”

Kurumi dengan hati-hati menatap Sawa yang malu-malu.

“Kuharap kita berdua bisa membicarakan romansa yang indah suatu hari nanti.”

“Kalau Kurumi-san menemukan orang penting, aku berjanji aku pasti akan mendukungmu!”

Sawa mengulurkan kelingkingnya.

Tak ada keegoisan, tak ada jaminan, hanya janji.

Tokisaki Kurumi ingat janji yang mereka buat.

 

[1] karakter itu bisa berarti merah gelap

Post a Comment

0 Comments